Kerbau Toraja
Kerbau sudah menjadi kebutuhan utama di Toraja. Terutama untuk memenuhi kebutuhan upacara budaya. Menurut informasi tak kurang dari 14.000 ekor kerbau setiap tahun dibutuhkan.Kerbau dikorbankan untuk acara rambu Solo itu adalah kerbau pilihan. Kerbau jantan yang sehat dengan postur tubuh yang bagus. Kerbau jantan Toraja karena dipelihara dengan baik, bila dilihat sangat 'macho' postur tubuhnya.
Kerbau Toraja, utamanya kerbau belang, telah dikenal sebagai plasma nuftah. Artinya secara genetik hanya ada di Toraja dan wilayah sekelilingnya. Bila tak dikembang-biakkan kerbau belang teramcam punah. Bila hal itu terjadi tak hanya merugikan orang Toraja, dampaknya akan menyebar dunia.
Itulah sebabnya, berbagai usaha dilakukan untuk melestarikannya antara lain, dengan mengoleksi spermanya kemudian disimpan. Selanjutnya bila dibutuhkan, sperma disuntikkan pada kerbau betina. Dengan harapan akan dihasilkan keturunan kerbau yang sejenis.
Selain jenis belang, diinformasikan juga bahwa dalam budaya Toraja turut dibutuhkan kerbau balian, Pudu', Bonga Ulu, Bonga Sori', Todi', Sambao ra'tuk, Sambao dan Tedong pangloli baik sebagai kurban persembahan dalam upacara rambu tuka' serta merok dan ma'bua'. Atau sebagai kurban utama di upacara rambu solo'. Kerbau juga berfungsi sebagai penilaian tana', pembayaran denda atau hukuman, warisan dan gadai sawah.
Oleh karena dalam kaitannya dengan pelestarian budaya, jenis-jenis tersebut sangat diharapkan ketersediaannya. Sampai saat ini, dari sekian jenis kerbau diatas, hanya kerbau belang yang sudah dipastikan sebagai hewan plasma nuftah yang harus dijaga kelestariannya. Menurut informasi kerbau jenis sambao ra’tuk juga terindikasi sebagai hewan plasma nuftah, untuk itu perlu diteliti lebih jauh oleh para ahli.
Upaya peningkatan populasi kerbau dengan proporsi yang sesuai dengan jenis kerbau yang dibutuhkan untuk pelesatarian dan antisipasi dinamika budaya Toraja kedepan, harus ditangani serius. Kedepannya, kebutuhan kerbau semakin meningkat sejalan dengan perbaikan ekonomi masyarakat. Dan semakin menguatnya keasadaran pelestarian nilai nilai budaya sebagai identitas khas suatu kaum. Keseriusan tersebut harus dilakukan secara terencana agar dapat memberikan hasil yang optimal, tidak hanya dalam hal budaya tapi juga ekonomis. Terkait meningkatkan penguasaan sicience and technology.
Jika puluhan tahun yang lalu, kerbau digembalakan secara komunal sehingga memungkinkan kerbau betina relatif lebih gampang dibuahi. Karena setiap saat bersama dengan pejantan.
Tapi kini hal tersebut makin sulit karena keterbatasan lahan yang semakin sempit. Para petani hanya bisa memelihara kerbau disekitar rumahnya dengan menggunakan tali agar tidak merusak kebun atau sawah. Akibatnya, peluang bertemunya kerbau betina dan jantan makin jarang. Hal itu sangat berpengaruh pada peningkatan polulasi.
Saat ini, tehnik inseminasi buatan untuk kerbau sudah dikuasai dengan baik, yang dibuktikan dengan keberhasilannya di Cibinong Bogor dan di Toraja Utara. Walaupun belum meluas karena membutuhkan infrastruktur pendukung dan SDM yang memadai, serta sosialisasi yang intens di masyarakat.
Bahkan, tahun lalu di Tana Toraja tehnik ini juga sudah diimplementasikan dan beberapa diantaranya sudah memperlihatkan keberhasilan. Tehniknya adalah menyuntikkan sperma ke kerbau betina yang sedang birahi, dan sperma yang disuntikkan tersebut diperoleh dari pejantan yang sebelumnya telah dikoleksi kemudian disimpan, setelah sebelumnya diawetkan dalam bentuk cair atau beku. Dengan cara demikian, dapat memperbaiki sifat genetik dari kerbau yang akan dilahirkan kelak. Karena bibit yang terpilih dari pejantan yang postur badannya bagus, atau memenuhi aspek secara genetis.
Memelihara pejantan unggul secara optimal sebagai sumber bibit, yang akan digunakan dalam peningkatan populasi tidaklah murah. Karena sperma yang ingin dihasilkan kwalitasnya bagus, maka kebutuhan nutrisinyapun harus selalu terjamin. Apalagi bila berkeinginan memiliki koleksi sperma kerbau belang, balian, Pudu' dan lain-lain. Dibutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk merawat pejantan-pejantan tersebut. Selain itu, sang pejantan harus dibiasakan untuk berespon positif terhadap penggunaan vagina buatan, maupun rangsangan lain yang dilakukan saat koleksi sperma dilakukan.
Salah satu solusi yang dapat dilakukan adalah, selain menyiapkan infrastruktur dan SDM yang memadai, melakukan koleksi sperma dari epididimis (buah zakar) dari hewan yang dipotong pada saat upacara rambu solo' penting dilakukan. Terlebih dahulu petugas tehnis yang telah terlatih ditugaskan untuk mengamati, bahwa hewan tersebut memiliki sifat unggul.
Hal ini sudah beberapa kali dilakukan terutama di wilayah Toraja Utara, namun perlu lebih ditingkatkan kemajuannya. Karena itu, kita harapkan dalam rangka mengantisipasi aplikasi bioteknologi dalam breeding kerbau secara luas di Toraja, selain mewajibkan membayar pajak potong hewan, Pemda juga mewajibkan bila ada hewan yang hendak dikurbankan namun berpotensi sebagai bibit unggul, maka petugas dilapangan wajib mengambil buah zakarnya untuk kepentingan koleksi sperma.
Editor: KTC01, Oleh Ophir Sumule ( Pakar Pertanian dan Pemerhati Lingkungan)
No comments:
Post a Comment