Friday, October 12, 2012

padi gogo


PROSPEK PENGEMBANGAN PADI GOGO AROMATIK DALAM UPAYA MENUNJANG KETAHANAN PANGAN

Oleh : Wawan Yuwandha
Staf CDS Indonesia
PENDAHULUAN
Pangan merupakan kebutuhan manusia yang paling azasi, sehingga ketersediaan pangan bagi masyarakat harus selalu terjamin. Beras sebagai pangan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia dituntut tersedia dalam jumlah yang cukup, berkualitas, serta terjangkau (Asrul, 2006). Kebutuhan beras nasional meningkat setiap tahunnya seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Kebutuhan beras nasional pada tahun 2007 mencapai 30,91 juta ton dengan asumsi konsumsi per kapita rata-rata 139 kg per tahun (Kompas, 21 Nopember 2007). Indonesia dengan rata-rata pertumbuhan penduduk 1,7 persen per tahun dan luas areal panen 11,8 juta hektar dihadapkan pada ancaman rawan pangan pada tahun 2030 (Pasaribu, 2006). Ketahanan pangan merupakan program utama pemerintah untuk mencukupi kebutuhan pangan seluruh penduduk yang menyangkut ketersediaaan dan keterjangkauan pangan dalam jumlah cukup serta bermutu. Program ini meliputi aspek pasokan yang mencakup produksi dan distribusi, aspek daya beli, dan keterjangkauan setiap penduduk terhadap pangan. Target dari program ketahanan pangan adalah meningkatkan produksi padi nasional agar seluruh kebutuhan beras dapat dipenuhi dari dalam negeri. Usaha peningkatan produksi padi dilakukan dengan peningkatan produktivitas padi di daerah yang belum optimal (Krisnamurthi, 2006). Kendala yang ditemui dalam usaha peningkatan produktivitas padi tersebut adalah terbatasnya terobosan teknologi baru khususnya varietas unggul serta alih fungsi lahan subur untuk kepentingan industri, perumahan dan penggunaan lahan non pertanian lainnya. Peningkatan luasan lahan pertanian pada kurun waktu 1980 sampai 1989 sebesar 1,78 persen per tahun, pada kurun waktu tahun 2000 sampai 2005 terus menurun menjadi 0,17 persen per tahun. Neraca luasan sawah pada periode 1981 sampai 1989 masih positif 1,6 juta hektar, namun pada kurun waktu 1999 sampai 2002 neraca sawah negatif 400 ribu hektar (………) Alih fungsi lahan mengakibatkan penurunan areal panen sebesar 0,9 persen di Indonesia (Wiganda, 2006). Sehubungan dengan hal tersebut pada tahun 2007 pemerintah membuka lahan persawahan baru seluas 20 ribu hektar dan merencanakan 50 ribu hektar pada tahun 2008. Penggunaan lahan terlantar seluas 9,7 hektar sebagai lahan sawah tidak mudah dilakukan karena biaya yang diperlukan besar (Kompas, 8 November 2008). Kemampuan negara dalam mencetak lahan sawah baru belum dapat mengimbangi laju alih fungsi lahan sehingga produksi padi nasional terus mengalami penurunan (Apriyantono, 2007). Penurunan produksi padi nasional juga disebabkan oleh kerusakan jaringan irigasi. Kerusakan jaringan irigasi mencapai luasan satu juta hektar dari tujuh juta hektar jaringan irigasi di Indonesia. Kerusakan jaringan irigasi mengakibatkan rendahnya efisiensi dan efektifitas pengairan (Pasaribu, 2006). Indonesia mempunyai lahan kering yang cukup luas dan tidak termanfaatkan secara optimal. Adapun lahan kering yang dimaksud adalah lahan yang tidak mempunyai saluran irigasi. Air yang terkandung hanya berasal dari air hujan yang ditahan oleh partikel tanah. Oleh karena itu lahan kering pada umumnya mengalami kekeringan pada musim kemarau. Sifat atau karakter lahan kering tersebut menyebabkan terbatasnya komoditas tanaman budidaya yang dapat dikembangkan. Salah satu komoditas pangan yang dapat berproduksi di lahan kering adalah padi gogo. Pengembangan padi gogo di lahan kering yang selama ini belum termanfaatkan dengan optimal dapat menjadi salah satu solusi dalam menghadapi masalah ketahanan pangan. Penurunan areal sawah akibat alih fungsi lahan yang berubah menjadi areal perumahan dan pabrik industri, tingginya biaya membuka areal sawah baru, serta peruntukan air irigasi padi sawah yang semakin terbatas menyebabkan padi gogo menjadi penting untuk dikembangkan (Rachman et al.,2003). Padi gogo kurang mendapat perhatian karena produktivitasnya rendah. Laporan BPS (2005) rata-rata produktivitas padi gogo adalah 2,56 ton per hektar, hasil ini jauh di bawah rata-rata produktivitas padi sawah di Indonesia yang mencapai 4,78 ton per hektar. Sumbangan padi gogo terhadap produksi beras nasional masih kecil. Keadaan inilah yang mendorong pengembangan padi gogo varietas unggul dengan daya hasil tinggi. Selain itu padi gogo kurang disukai karena tekstur nasi yang pera dan rasa nasi kurang enak. Menurut Lubis et al. (1993), perbaikan varietas padi gogo pada masa mendatang ditekankan pada pembentukan varietas unggul yang lebih baik untuk berbagai agroekosistem dengan memperhatikan kualitas beras dan rasa nasi.
Padi gogo aromatik merupakan padi gogo yang dikembangkan dengan tujuan memperbaiki sifat padi gogo pada umumnya. Padi gogo aromatik berpotensi untuk dikembangkan sebagai salah satu usaha peningkatan produksi beras nasional dalam rangka menunjang ketahanan pangan, karena produksinya cukup tinggi. Selain itu padi gogo aromatik mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan padi gogo pada umumnya diantaranya rasa nasi pulen, produksi tinggi dan aromatik.

PEMBAHASAN
Komoditas pangan telah menjadi komoditas yang semakin strategis dalam era perkembangan globalisasi dan liberalisasi perdagangan karena ketidakpastian dan ketidakstabilan produksi pangan nasional. Negara juga tidak dapat mengandalkan ketersediaan pangan di pasar dunia. Oleh karena itu, sebagian besar negara-negara menetapkan sistem Ketahanan Pangan untuk kepentingan dalam negerinya. Ketahanan pangan adalah suatu upaya untuk mewujudkan ketersediaan, aksebilitas, dan stabilitas pengadaan pangan bagi masyarakat. Indonesia sebagai negara agraris yang mempunyai kekayaan sumberdaya alam sangat potensial, sudah sewajarnya harus mampu mencukupi kebutuhan pangan bagi penduduknya, karena pangan mempengaruhi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial budaya dan hankam. Meskipun swasembada beras pernah dicapai pada tahun 1984, namun dengan adanya ganggguan iklim dan perubahan orientasi pembangunan ekonomi, maka Indonesia kembali menjadi negara pengimpor beras. Dikaitkan dengan pemenuhan kebutuhan pangan dalam arti luas, Indonesia juga belum mampu mencapai swasembada. Ironisnya kebutuhan pangan masyarakat masih belum tercukupi baik dalam segi kualitas, kuantitas, dan penyebaran pangan. Selain itu semakin bertambahnya jumlah penduduk menyebabkan meningkatnya kebutuhan pangan dalam negeri. Produksi beras nasional tidak dapat mencukupi kebutuhan pangan nasional. Langkah yang ditempuh pemerintah untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan melakukan impor beras. Adapun data mengenai produksi, konsumsi, dan besarnya impor beras terlampir. Permasalahan yang dihadapi saat ini adalah pembatasan ekspor beras oleh negara-negara produsen seperti Vietnam, Thailand, dan India akibat pengaruh perubahan iklim agar kebutuhan pangan di negaranya tercukupi. Hal tersebut memunculkan berbagai usaha untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri melalui berbagai cara, salah satunya dengan cara ekstensifikasi pertanian. Langkah tersebut dapat ditempuh dengan pemanfaatan lahan kering yang cukup luas dan belum termanfaatkan secara optimal. Komoditas pangan yang dapat dibudidayakan di lahan kering dalam mengoptimalkan ekstensifikasi pertanian guna menunjang ketahanan pangan adalah padi gogo aromatik. Padi gogo aromatik mempunyai sifat hasil produksi tinggi yaitu antara 3,6-5,6 ton/ha, tahan terhadap penyakit blast dan tahan rebah (Balai Penelitian Tanaman Padi, 2004). Disamping itu padi gogo aromatik mempunyai sifat lebih adaptif terhadap lahan kering serta sifat nasi yang pulen dan wangi. Sifat-sifat tersebut diatas menjadikan padi gogo aromatik berpotensi untuk dikembangkan dalam rangka melaksanakan ekstensifikasi pertanian. Kondisi lahan kering di Indonesia pada umumnya memiliki sifat-sifat mudah tererosi, miskin unsur hara, serta tingkat kemasaman tinggi. Sifat lahan kering tersebut kurang sesuai bagi pertumbuhan padi gogo aromatik, oleh karena itu perlu dilakukan perbaikan sifat-sifat lahan baik kimia maupun fisika lahan tersebut. Perbaikan sifat kimia dapat dilakukan dengan cara pemberian pupuk sesuai dengan kebutuhan tanaman dan perbaikan kemasaman tanah dilakukan dengan pengabuan . Perbaikan sifat fisika tanah dapat dilakukan dengan pemberian bahan organik berupa kompos daun. Pada lahan yang mudah tererosi dapat dilakukan pencegahan lebih lanjut dengan penanaman tanaman penghalang berupa tanaman kayu sepanjang 10-20 meter, kemudian dibelakangnya dibuat parit yang dalam dengan tujuan menampung top soil yang ikut terbawa aliran air pada saat hujan turun. Top soil tersebut dapat diangkut kembali setelah panen pada waktu musim kemarau.Hal ini juga dapat didukung dengan pengolahan tanah secara minimum tillage.Tujuan dari pengolahan tanah secara minimum tillage antara lain mendukung pertumbuhan tanaman, meminimalkan kehilangan air dan unsur hara serta juga meminimalkan terjadinya erosi akibat run off.Salah satu masalah lain yang terdapat pada perumusan masalah adalah bagaimana petani mau menanam padi gogo sepanjang musim.Hal ini dapat dilakukan dengan penanaman padi gogo secara tumpang gilir dengan tanaman ubi kayu. Padi gogo ditanam pada saat hujan mulai turun dengan jarak tanam 1×1m. 2 bulan setelah tanam diselingi tanaman ubi kayu. Padi gogo pada umumnya berumur 4-5 bulan,sedangkan ubi kayu berumur 7-9 bulan.Dengan demikian diharapkan pemanfaatan lahan dapat berkelanjutan.
REFERENSI
Anonim, 2007. Padi Gogo (On Line). http://www.warintek.progressio.or.id. Diakses tanggal 2 Juni 2007. Balitpa (Balai Penelitian Tanaman Padi). 2004. Balai Penelitian Tanaman Padi. Sukamandi. Subang.
Chang, T.T. and E.I. Bardenas. 1965. The Morphologic and Varoetal Characteristics of the Rice Plant. IRRI. Los Banos. Phillipines.
Basyir, A. P. Slamet, Suyanto dan Suprihatin. 1995. Padi Gogo. Balai Penelitian Tanaman Pangan. Malang. 48 hal.BPS. 2005. Produksi Tanaman Pangan di Indonesia.
Badan Pusat Statistika.Gupta, P. C. and J.C. O’ Toole. 1986. Upland Rice A Global Perspective. International Rice Research Institut. Los Banos, Philipines. 360 p.
Ismunadji, M, Mahyuddin Syam, Yuswadi. 1989. Padi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan: BogorLubis, E., Z.
Harahap, M. Diredja dan B. Kustianto. 1993. Perbaikan Varietas Padi Gogo. Dalam. Syam, M., Hermanto, A. Mursadad dan Sunihardi. Kinerja Penelitian Tanaman Pangan; Buku 2. Prosiding Simposium Penelitian Tanaman Pangan III. Puslitbang. Bogor.
Madkar, O. R., R. Saedah, Y. Sumarni dan Komariah. 1992. Pengaruh Jenis Bahan Organik dan Pupuk N terhadap Pertumbuhan Dua Hasil Kultivar Padi Gogo yang Ditanam diantara Tanaman Tahunan di DAS. Cimanuk Hilir. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bandung. 40 hal
Matsuo, T., F. Kikuchi, Y. Futsuhara and H. Yamaguchi. 1997. Science Of The Rice Plant. Food and Agriculture Policy Research Center Yushima. Tokyo.
Prasetyo, YT. 2001. Bertanam Padi Gogo Tanpa Olah Tanah. Penebar Swadaya: Jakarta
Rachman, A., Purwani, I., Wahono, T.C., Mardawilis, Emilya, Firman, Khadir, Sinaga, P.H. dan Rivana, C.2003. Pengkajian Sistem Usaha Pertanian (SUP) Berbasis Padi Gogo. http:// www.pustaka.bogor.net / patek / apt1250.htm.5 Oktober 2006.
Samaullah, M.Y., dan AA. Darajat. 2001. Toleransi Beberapa Genotip Padi Gogo Terhadap Cekaman Kekeringan. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 20(1): Simanulang, Z. A., dan Supriyadi. 1984. Galur Harapan Padi Gogo S26 3b-37-2-4. Penelitian Pertanian 4 (1) : 19-21. Siregar, Hardian. 1981. Budidaya Tanaman Padi di Indonesia. PT Sastra Budaya: Bogor.

No comments:

Post a Comment

pertanian tugas

Powered By Blogger

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...