PROSPEK PENGEMBANGAN PADI GOGO AROMATIK DALAM UPAYA MENUNJANG KETAHANAN PANGAN
Oleh : Wawan Yuwandha
Staf CDS Indonesia
PENDAHULUAN
Pangan merupakan kebutuhan manusia yang paling azasi,
sehingga ketersediaan pangan bagi masyarakat harus selalu terjamin.
Beras sebagai pangan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia dituntut
tersedia dalam jumlah yang cukup, berkualitas, serta terjangkau (Asrul,
2006). Kebutuhan beras nasional meningkat setiap tahunnya seiring dengan
peningkatan jumlah penduduk. Kebutuhan beras
nasional pada tahun 2007 mencapai 30,91 juta ton dengan asumsi konsumsi
per kapita rata-rata 139 kg per tahun (Kompas, 21 Nopember 2007).
Indonesia dengan rata-rata pertumbuhan penduduk 1,7 persen per tahun dan
luas areal panen 11,8 juta hektar dihadapkan pada ancaman rawan pangan
pada tahun 2030 (Pasaribu, 2006). Ketahanan pangan merupakan program
utama pemerintah untuk mencukupi kebutuhan pangan seluruh penduduk yang
menyangkut ketersediaaan dan keterjangkauan pangan dalam jumlah cukup
serta bermutu. Program ini meliputi aspek pasokan yang mencakup produksi
dan distribusi, aspek daya beli, dan keterjangkauan setiap penduduk
terhadap pangan. Target dari program ketahanan pangan adalah
meningkatkan produksi padi nasional agar seluruh kebutuhan beras dapat
dipenuhi dari dalam negeri. Usaha peningkatan produksi padi dilakukan
dengan peningkatan produktivitas padi di daerah yang belum optimal
(Krisnamurthi, 2006). Kendala yang ditemui dalam usaha peningkatan
produktivitas padi tersebut adalah terbatasnya terobosan teknologi baru
khususnya varietas unggul serta alih fungsi lahan subur untuk
kepentingan industri, perumahan dan penggunaan lahan non pertanian
lainnya. Peningkatan luasan lahan pertanian pada kurun waktu 1980 sampai
1989 sebesar 1,78 persen per tahun, pada kurun waktu tahun 2000 sampai
2005 terus menurun menjadi 0,17 persen per tahun. Neraca luasan sawah
pada periode 1981 sampai 1989 masih positif 1,6 juta hektar, namun pada
kurun waktu 1999 sampai 2002 neraca sawah negatif 400 ribu hektar (………)
Alih fungsi lahan mengakibatkan penurunan areal panen sebesar 0,9 persen
di Indonesia (Wiganda, 2006). Sehubungan dengan hal tersebut pada tahun
2007 pemerintah membuka lahan persawahan baru seluas 20 ribu hektar dan
merencanakan 50 ribu hektar pada tahun 2008. Penggunaan lahan terlantar
seluas 9,7 hektar sebagai lahan sawah tidak mudah dilakukan karena
biaya yang diperlukan besar (Kompas, 8 November 2008). Kemampuan negara
dalam mencetak lahan sawah baru belum dapat mengimbangi laju alih fungsi
lahan sehingga produksi padi nasional terus mengalami penurunan
(Apriyantono, 2007). Penurunan produksi padi nasional juga disebabkan
oleh kerusakan jaringan irigasi. Kerusakan jaringan irigasi mencapai
luasan satu juta hektar dari tujuh juta hektar jaringan irigasi di
Indonesia. Kerusakan jaringan irigasi mengakibatkan rendahnya efisiensi
dan efektifitas pengairan (Pasaribu, 2006). Indonesia mempunyai lahan
kering yang cukup luas dan tidak termanfaatkan secara optimal. Adapun
lahan kering yang dimaksud adalah lahan yang tidak mempunyai saluran
irigasi. Air yang terkandung hanya berasal dari air hujan yang ditahan
oleh partikel tanah. Oleh karena itu lahan kering pada umumnya mengalami
kekeringan pada musim kemarau. Sifat atau karakter lahan kering
tersebut menyebabkan terbatasnya komoditas tanaman budidaya yang dapat
dikembangkan. Salah satu komoditas pangan yang dapat berproduksi di
lahan kering adalah padi gogo. Pengembangan padi gogo di lahan kering
yang selama ini belum termanfaatkan dengan optimal dapat menjadi salah
satu solusi dalam menghadapi masalah ketahanan pangan. Penurunan areal
sawah akibat alih fungsi lahan yang berubah menjadi areal perumahan dan
pabrik industri, tingginya biaya membuka areal sawah baru, serta
peruntukan air irigasi padi sawah yang semakin terbatas menyebabkan padi
gogo menjadi penting untuk dikembangkan (Rachman et al.,2003). Padi
gogo kurang mendapat perhatian karena produktivitasnya rendah. Laporan
BPS (2005) rata-rata produktivitas padi gogo adalah 2,56 ton per hektar,
hasil ini jauh di bawah rata-rata produktivitas padi sawah di Indonesia
yang mencapai 4,78 ton per hektar. Sumbangan padi gogo terhadap
produksi beras nasional masih kecil. Keadaan inilah yang mendorong
pengembangan padi gogo varietas unggul dengan daya hasil tinggi. Selain
itu padi gogo kurang disukai karena tekstur nasi yang pera dan rasa nasi
kurang enak. Menurut Lubis et al. (1993), perbaikan varietas padi gogo
pada masa mendatang ditekankan pada pembentukan varietas unggul yang
lebih baik untuk berbagai agroekosistem dengan memperhatikan kualitas
beras dan rasa nasi.
Padi gogo aromatik merupakan padi gogo yang dikembangkan dengan tujuan memperbaiki sifat padi gogo pada umumnya. Padi gogo aromatik berpotensi untuk dikembangkan sebagai salah satu usaha peningkatan produksi beras nasional dalam rangka menunjang ketahanan pangan, karena produksinya cukup tinggi. Selain itu padi gogo aromatik mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan padi gogo pada umumnya diantaranya rasa nasi pulen, produksi tinggi dan aromatik.
Padi gogo aromatik merupakan padi gogo yang dikembangkan dengan tujuan memperbaiki sifat padi gogo pada umumnya. Padi gogo aromatik berpotensi untuk dikembangkan sebagai salah satu usaha peningkatan produksi beras nasional dalam rangka menunjang ketahanan pangan, karena produksinya cukup tinggi. Selain itu padi gogo aromatik mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan padi gogo pada umumnya diantaranya rasa nasi pulen, produksi tinggi dan aromatik.
PEMBAHASAN
Komoditas pangan telah menjadi komoditas yang semakin
strategis dalam era perkembangan globalisasi dan liberalisasi
perdagangan karena ketidakpastian dan ketidakstabilan produksi pangan
nasional. Negara juga tidak dapat mengandalkan ketersediaan pangan di
pasar dunia. Oleh karena itu, sebagian besar negara-negara menetapkan
sistem Ketahanan Pangan untuk kepentingan dalam negerinya. Ketahanan
pangan adalah suatu upaya untuk mewujudkan ketersediaan, aksebilitas,
dan stabilitas pengadaan pangan bagi masyarakat. Indonesia sebagai
negara agraris yang mempunyai kekayaan sumberdaya alam sangat potensial,
sudah sewajarnya harus mampu mencukupi kebutuhan pangan bagi
penduduknya, karena pangan mempengaruhi kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara, baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial
budaya dan hankam. Meskipun swasembada beras pernah dicapai pada tahun
1984, namun dengan adanya ganggguan iklim dan perubahan orientasi
pembangunan ekonomi, maka Indonesia kembali menjadi negara pengimpor
beras. Dikaitkan dengan pemenuhan kebutuhan pangan dalam arti luas,
Indonesia juga belum mampu mencapai swasembada. Ironisnya kebutuhan
pangan masyarakat masih belum tercukupi baik dalam segi kualitas,
kuantitas, dan penyebaran pangan. Selain itu semakin bertambahnya jumlah
penduduk menyebabkan meningkatnya kebutuhan pangan dalam negeri.
Produksi beras nasional tidak dapat mencukupi kebutuhan pangan nasional.
Langkah yang ditempuh pemerintah untuk mengatasi masalah tersebut
adalah dengan melakukan impor beras. Adapun data mengenai produksi,
konsumsi, dan besarnya impor beras terlampir. Permasalahan yang dihadapi
saat ini adalah pembatasan ekspor beras oleh negara-negara produsen
seperti Vietnam, Thailand, dan India akibat pengaruh perubahan iklim
agar kebutuhan pangan di negaranya tercukupi. Hal tersebut memunculkan
berbagai usaha untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri melalui berbagai
cara, salah satunya dengan cara ekstensifikasi pertanian. Langkah
tersebut dapat ditempuh dengan pemanfaatan lahan kering yang cukup luas
dan belum termanfaatkan secara optimal. Komoditas pangan yang dapat
dibudidayakan di lahan kering dalam mengoptimalkan ekstensifikasi
pertanian guna menunjang ketahanan pangan adalah padi gogo aromatik.
Padi gogo aromatik mempunyai sifat hasil produksi tinggi yaitu antara
3,6-5,6 ton/ha, tahan terhadap penyakit blast dan tahan rebah (Balai
Penelitian Tanaman Padi, 2004). Disamping itu padi gogo aromatik
mempunyai sifat lebih adaptif terhadap lahan kering serta sifat nasi
yang pulen dan wangi. Sifat-sifat tersebut diatas menjadikan padi gogo
aromatik berpotensi untuk dikembangkan dalam rangka melaksanakan
ekstensifikasi pertanian. Kondisi lahan kering di Indonesia pada umumnya
memiliki sifat-sifat mudah tererosi, miskin unsur hara, serta tingkat
kemasaman tinggi. Sifat lahan kering tersebut kurang sesuai bagi
pertumbuhan padi gogo aromatik, oleh karena itu perlu dilakukan
perbaikan sifat-sifat lahan baik kimia maupun fisika lahan tersebut.
Perbaikan sifat kimia dapat dilakukan dengan cara pemberian pupuk sesuai
dengan kebutuhan tanaman dan perbaikan kemasaman tanah dilakukan dengan
pengabuan . Perbaikan sifat fisika tanah dapat dilakukan dengan
pemberian bahan organik berupa kompos daun. Pada lahan yang mudah
tererosi dapat dilakukan pencegahan lebih lanjut dengan penanaman
tanaman penghalang berupa tanaman kayu sepanjang 10-20 meter, kemudian
dibelakangnya dibuat parit yang dalam dengan tujuan menampung top soil
yang ikut terbawa aliran air pada saat hujan turun. Top soil tersebut
dapat diangkut kembali setelah panen pada waktu musim kemarau.Hal ini
juga dapat didukung dengan pengolahan tanah secara minimum
tillage.Tujuan dari pengolahan tanah secara minimum tillage antara lain
mendukung pertumbuhan tanaman, meminimalkan kehilangan air dan unsur
hara serta juga meminimalkan terjadinya erosi akibat run off.Salah satu
masalah lain yang terdapat pada perumusan masalah adalah bagaimana
petani mau menanam padi gogo sepanjang musim.Hal ini dapat dilakukan
dengan penanaman padi gogo secara tumpang gilir dengan tanaman ubi kayu.
Padi gogo ditanam pada saat hujan mulai turun dengan jarak tanam 1×1m. 2
bulan setelah tanam diselingi tanaman ubi kayu. Padi gogo pada umumnya
berumur 4-5 bulan,sedangkan ubi kayu berumur 7-9 bulan.Dengan demikian
diharapkan pemanfaatan lahan dapat berkelanjutan.
REFERENSIAnonim, 2007. Padi Gogo (On Line). http://www.warintek.progressio.or.id. Diakses tanggal 2 Juni 2007. Balitpa (Balai Penelitian Tanaman Padi). 2004. Balai Penelitian Tanaman Padi. Sukamandi. Subang.
Chang, T.T. and E.I. Bardenas. 1965. The Morphologic and Varoetal Characteristics of the Rice Plant. IRRI. Los Banos. Phillipines.
Basyir, A. P. Slamet, Suyanto dan Suprihatin. 1995. Padi Gogo. Balai Penelitian Tanaman Pangan. Malang. 48 hal.BPS. 2005. Produksi Tanaman Pangan di Indonesia.
Badan Pusat Statistika.Gupta, P. C. and J.C. O’ Toole. 1986. Upland Rice A Global Perspective. International Rice Research Institut. Los Banos, Philipines. 360 p.
Ismunadji, M, Mahyuddin Syam, Yuswadi. 1989. Padi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan: BogorLubis, E., Z.
Harahap, M. Diredja dan B. Kustianto. 1993. Perbaikan Varietas Padi Gogo. Dalam. Syam, M., Hermanto, A. Mursadad dan Sunihardi. Kinerja Penelitian Tanaman Pangan; Buku 2. Prosiding Simposium Penelitian Tanaman Pangan III. Puslitbang. Bogor.
Madkar, O. R., R. Saedah, Y. Sumarni dan Komariah. 1992. Pengaruh Jenis Bahan Organik dan Pupuk N terhadap Pertumbuhan Dua Hasil Kultivar Padi Gogo yang Ditanam diantara Tanaman Tahunan di DAS. Cimanuk Hilir. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bandung. 40 hal
Matsuo, T., F. Kikuchi, Y. Futsuhara and H. Yamaguchi. 1997. Science Of The Rice Plant. Food and Agriculture Policy Research Center Yushima. Tokyo.
Prasetyo, YT. 2001. Bertanam Padi Gogo Tanpa Olah Tanah. Penebar Swadaya: Jakarta
Rachman, A., Purwani, I., Wahono, T.C., Mardawilis, Emilya, Firman, Khadir, Sinaga, P.H. dan Rivana, C.2003. Pengkajian Sistem Usaha Pertanian (SUP) Berbasis Padi Gogo. http:// www.pustaka.bogor.net / patek / apt1250.htm.5 Oktober 2006.
Samaullah, M.Y., dan AA. Darajat. 2001. Toleransi Beberapa Genotip Padi Gogo Terhadap Cekaman Kekeringan. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 20(1): Simanulang, Z. A., dan Supriyadi. 1984. Galur Harapan Padi Gogo S26 3b-37-2-4. Penelitian Pertanian 4 (1) : 19-21. Siregar, Hardian. 1981. Budidaya Tanaman Padi di Indonesia. PT Sastra Budaya: Bogor.
No comments:
Post a Comment